The Fox Exploits the Tiger's Might : Sisi Kelam Orde Baru
Teringat zaman Orde Baru berkuasa, banyak orang memilih untuk diam. Beberapa memang sengaja memilih begitu namun yang lain karena terpaksa. Sikap diam tersebut sejatinya menandai represi. Salah satu represi itu juga tergambar dari prilaku memprenetasi tubuh dan seksualitas seperti yang disuguhkan film pendek berjudul The Fox Exploits The Tiger’s Might. Film garapan Lucky Kuswandi ini diputar perdana di Film Musik Makan 2015.
Death House : The Expendables Versi Horor
Baca Juga : Komedi Gokil Pencurian Identitas
Film ini menunjukkan relasi kekuasaan dan seksualitas dari kacamata etnis minoritas di kala Orde Baru. Lucky menggambarkan keluarga Tionghoa tetap menggunakan nama asli mereka, Aseng misalnya. Representasi ini jadi cara Lucky menyodorkan rasialisme yang dilakukan David ketika mengolok-ngolok nama Mandarin. Ini telah menjadi paradoks dari agenda asimilasi Orde Baru.
Baca Juga : Diary of a Wimpy Kid: The Long Haul - Kisah Musim Panas Greg Heffley
Mengisahkan seorang Aseng, remaja SMP berdarah Tionghoa. Tinggal bersama kakak perempuan dan ibunya di sebuah kota kecil yang dekat dengan markas militer. Keluarganya membuka warung yang juga menyediakan miras seludupan. Demi kelangsungan usahanya, keluarga Aseng perlu memberikan ‘salam tempel’ khusus untuk aparat. Aseng berteman dengan David, anak pejabat militer yang bossy. Keduanya tengah memasuki masa di mana libido tengah bergejolak juga lingkungan yang juga kalut.
Lucky Kuswandi mengakui The Fox Exploits the Tiger’s Might dibuat dengan latar awal 1990an. Era ini tergambar dalam film lewat uang lima puluh ribu rupiah bergambar wajah Soeharto, celana dalam merek Hings yang dikenakan pacar Aling sebelum berhubungan intim, kotak dingdong yang ada di rumah David, dan foto Eva Arnaz sebagai bahan masturbasi Aseng dan David.
24 Hours to Live : Misi 24 Jam Ethan Hawke Membunuh Mantan Superagen
Pada era yang sama pula, Orde Baru sedang jaya-jayanya—dan relasi antara pribumi dan etnis minoritas Tionghoa, antara kaum David dan kaum Aseng, sedang pelik-peliknya. Menjadi semakin kompleks apabila kita memperhitungkan status ayah David sebagai jenderal, yang secara struktur memiliki kedekatan dengan Soeharto. Itu terlihat dari plat mobil merah dan foto Soeharto sedang saling memberi hormat dengan seorang tentara di kediaman David. Bisa dikatakan, keluarga David adalah representasi kekuatan politik dan keluarga Aseng adalah representasi kekuatan ekonomi di masa itu.
Game Night : Permainan Pembunuhan yang Menjadi Kenyataan
Film ini berhasil mendapatkan nominasi dalam kategori Critic’s Week. Dibintangi oleh Atreyu Artax Moniaga, Kemas Fauzan, Stefanny Marcelina Sugiharto, Surya Saputra, Christine Harsojo, Haris Zuhri.
Comments
Post a Comment