Mangkujiwo : Origin Kuntilanak yang Bersumber Perseteruan Pemilik Pusaka Sakti

        





Harta, tahta, wanita serta pusaka. Empat hal hal yang selalu membuat kaum lelaki terlibat masalah. Mangkujiwo garapan Azhar Kinoi Lubis - merupakan kisah asal usul hantu Kuntilanak yang penampakannya telah ada di kehidupan nyata. Merujuk kepada film Kuntilanak di tahun 2006, Mangkujiwo seolah prekuel dari film tersebut.  Mangkujiwo memang berusaha memberi pengetahuan dan menghubungkan semua misteri dari film-film sebelumnya. Anehnya, film ini ternyata menjadi lebih cocok disebut sebagai thriller perebutan pusaka daripada horor.


Mangku jiwo adalah nama sebuah Sekte yang bermula dari pria tua bernama Brotoseno. Dia menyelamatkan seorang perempuan hamil yang dipasung di suatu desa, karena perempuan itu dituduh gila. Brotoseno tahu lebih banyak dibandingkan parapenduduk, dan cerita ini baru di titik permulaan. Perempuan ini sebenarnya adalah ‘mainan’ kepunyaan dukun saingan beratnya; si Tjokro Kusumo.






Brotoseno sebenarnya ingin balas dendam. Kanti lah sebenarnya yang nasibnya bagai keluar dari mulut singa, masuk ke dalam lubang buaya. Brotoseno dan Tjokro dua-duanya adalah orang berilmu, pemilik pusaka cermin Pengilon Kembar. Brotoseno  bermaksud menempa Kanti yang toh juga ia pasung dengan berbagai macam ritual. Lengkap dengan banyak makhluk menyeramkan dan sejumlah makanan menjijikkan. Brotoseno ingin Kanti melahirkan anak setan dan menggunakan anak tersebut nantinya sebagai senjata, karena Tjokro hanya bisa dimusnahkan oleh darah dagingnya sendiri.








Cerita film ini memang mengandung muatan yang sangat gelap. Secara esensi, ini adalah cerita seorang biadab. Seorang yang superjahat berhati bengis dengki nan bejat. Sebab tidak ada satupun tindakan Brotoseno sang tokoh utama tergolong heroik. Bahkan saat nanti si bayi sudah tumbuh menjadi gadis dewasa bernama Uma. Berdalih akan melindungi Uma dari segala marabahaya, padahal Brotoseno ada maunya. Uma tak lebih sebagai boneka. Sebagai alat. Tidak ada bedanya dengan cermin pusaka yang juga ia jaga dan rawat. 





Film ini menawarkan ketakutan yang respulsif. Karena ingin konsisten dengan tema pria yang menggunakan wanita sebagai objek, maka film mengeksploitasi kekerasan terhadap wanita habis-habisan. Di sinilah letak adegan-adegan gore yang membuat merinding. Hantu kuntilanaknya sendiri masih dalam proses menjadikan mahluk yang menyeramkan. Edan sekali melihat sejauh apa Brotoseno, maupun tokoh-tokoh lain yang berilmu gaib, melakukan tindakan yang kejam. Memperalat orang yang tak-berdaya demi sebuah rencana untuk mendapatkan kekuatan sebuah pusaka. Yang dijual oleh film ini sebagai horor adalah kekerasan pada tokoh perempuan yang dipasung, dicekoki makanan tak-lazim dan digerayangi oleh beberapa makhluk halus.








Cerita dalam film yang berlangsung dalam rentang kurun waktu sembilan-belas tahun. Sutradara Kinoi memilih bercerita dengan alur maju mundur yang berselingan. Hal yang memusingkan penonton terlebih cara mengedit yang kurang efektif. Narasi berpindah antara satu periode ke periode lain tanpa ada keparalelan yang jelas. Di awal-awal akan sulit mengikuti apa yang sebenarnya terjadi. Terlebih karena dialog yang tidak berarti apa-apa selain eksposisi.



Comments